CELIK DALAM TERANG TUHAN

GKI San Francisco

W.E.L.C.O.M.E.

MINGGU PRA-PASKAH CELIK DALAM TERANG TUHAN

Yohanes 9:1-41

SEPERTI PERAHU ATAU KAPAL LAUT? Kehidupan bergereja sering dikaitkan dengan perahu dayung dan perahu layar. Arus air yang menderas atau tenang membawa perahu ke mana angin bertiup. Dalam Polity Training yang saya ikuti pada bulan September 2020, saya diingatkan tentang pertanyaan di dalam sebuah buku. Are you rowboat or sailboat church? Apakah kita perahu dayung atau perahu layar?

Kedua tipe gereja dapat terjadi pada denominasi apa saja, dan di mana saja. Gereja perkotaan, pinggiran kota atau pedesaan. Baik perahu dayung maupun perahu layar mungkin aktif dan bertumbuh. Atau, keduanya mungkin bergumul dan mati. Keduanya barangkali memiliki proyek misi yang signifikan. Perbedaan mendasar di antara keduanya bukan situasi jemaat, melainkan sikap dan perilaku pimpinan dan anggotanya.

Gereja seumpama perahu dayung adalah bahwa Allah memberikan basic agenda kepada gereja. Misalnya, pelayanan kategorial sesuai usia atau profesi, menolong orang miskin, dan pekabaran injil. Gereja-lah yang selanjutnya menjalankan. Sikap dominan dalam gereja perahu dayung adalah “kita bisa!” atau “kita tidak bisa!”. Kemajuan gereja diukur dari kondisi seperti jumlah uang di bank, berapa banyak relawan, karisma dan ketrampilan yang dipunyai, atau demografi komunitasnya. Apa yang bisa dikerjakan dengan apa yang ada. Ada atau tidak adanya modal itu amat menentukan apa yang dapat dilakukan.

Sebaliknya, gereja seumpama perahu layar adalah bahwa Allah mampu melakukan jauh lebih besar daripada yang kita minta dan kita impikan. Para pemimpin tahu bahwa apa yang dipunyai atau apa yang kurang bukanlah faktor penentu perkembangan gereja ke depan. Pelayanan dipandang sebagai petualangan yang terus-menerus berlangsung bersama Dia Allah yang memimpin dan memberdayakan mereka untuk mengerjakan lebih daripada yang mereka pernah bayangkan. Ke arah manakah Allah mengarahkan? Apakah yang Allah mau lakukan sekarang di tempat kita berada?

Gereja perahu layar berani berinvestasi karena mengikuti Allah yang bergerak dan mengundangnya untuk ikut dalam karya Allah. Kemana Pneuma itu pergi kesitulah perahu berlayar mengarungi ombak kehidupan.

PERUBAHAN DI DALAM HIDUP Bagaimana dengan kita gereja saat ini? Ada perintah dari pihak berwenang (pemerintah dan badan serta ahli kesehatan) untuk social distancing atau shelter-in-place sampai tanggal 7 April 2020 untuk California juga dalam menahan laju penyebaran pandemi covid-19. Maka keputusan ini mendorong gereja, dalam hal ini pemimpin dan anggotanya juga berubah. Selama ini hampir semua pertemuan pelayanan berpusat di dalam bangunan fisik. Kita mesti giat dan kreatif menyediakan program pemberitaan firman dan penggembalaan secara daring (online). Perlu dipastikan apakah pelayanan ini dapat diakses oleh semua anggota. Apakah setiap anggota gereja punya instrumen komunikasi (gawai/ gadget) melalui media sosial? Adakah kesulitan log in media sosial yang dipakai? Apakah semua warta dibaca dan diingat baik? Apakah kita berani maju untuk menghadapi segala konsekuensi perubahan ini termasuk yang saat ini belum terbayang?

Bacaan Yohanes 9:1-41 mengingatkan kita bahwa Allah sudah menganugerahkan segala yang baik kepada kita. Setiap kita secara individu maupun komunal diberikan modal atau sumber daya. Lihat si orang yang buta secara fisik sejak lahir dan orang Farisi yang melek tetapi buta secara spiritual. Apakah yang dipunyai menjadi persembahan bagi Tuhan?

TERANG TUHAN Yohanes 9 mengantar kita pada ajaran Yesus tentang gembala yang baik, The Good Shepherd (Yohanes 10). Ada perbedaan tajam antara gembala yang baik dengan upahan yang bukan gembala (10:11-16). Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. Sebaliknya upahan yang bukan gembala, dalam hal iini para pemimpin agama, tidak berbuat apapun selain mencuri dan membinasakan; serta lari meninggalkan domba-domba ketika keadaan terancam.

Yesus menyoroti perilaku para pemimpin agama Yahudi yang keliru memahami hukum Allah. Percakapan tentang siapa yang bertanggungjawab atas dosa sudah berlangsung sejak jaman Musa. (Ada yang percaya bahwa dosa orangtua akan turun pada anak-anaknya -lihat Keluaran 20:5,6; Dalam hal ini intinya adalah Allah itu Maha Kudus; Ada yang tidak meyakini demikian -lihatYehezkiel 18:20). Yesus mengajarkan para murid untuk berfokus pada kehidupan yang mewujudkan karya Allah. Waktu terbatas. Bersama Yesus, Sang Terang Dunia, marilah mulai bergiat bekerja.

SI BUTA CELIK, YANG CELIK BUTA Yesus lalu melanjutkan tindakan pemulihanNya. Ia meludah ke tanah lalu mengoleskan tanganNya ke mata si buta. Luar biasa! Tuhan membuat Dirinya bersatu dengan kita manusia. DND Allah menjadi satu dengan DNA manusia (Alanee Hearnshaw dalam khotbah di Glen Waverley Uniting Church Australia, Victoria, 22 Maret 2020). Bayangkan ini menjadi penguat buat kita di masa shelter-in-place. Tuhan menyentuh kita dengan kasihNya.

Penyembuhan ini tentu menjadi sebuah kehebohan pada masanya. Orangtuanya pun masih takut pada orang-orang Yahudi. Orang Farisi menyelidikinya dan meremehkannya. Berkali-kali mereka jatuh semakin dalam pada kebutaan terhadap terang Kristus. Bersikukuh pada pikiran yang sempit. Segar fisik tetapi rohnya mati.

Namun orang yang celik matanya itu sudah memperhitungkan dirinya termasuk sebagai pengikut Yesus. Kemuliaan Tuhan berlipat ganda disaksikan olehnya. Dari pribadi yang tidak tahu, menjadi tahu dan percaya (Yohanes 9:12,25,36). Terang Tuhan Yesus cemerlang disambut penuh olehnya. Matanya melihat. Hatinya bersyukur. Fisiknya celik. Spiritualitasnya bermekaran indah di mata Tuhan.

CELIK DALAM TERANG TUHAN Terang Tuhan membuat kita melihat dengan lebih kaya seperti perahu layar yang kaya pengalaman. Setiap panca indera aktif. Melihat kehidupan melampaui apa yang terlihat secara fisik. Punya kepekaan. Tidak mudah terhasut atau kecewa. Senang berpikir dan berkarya. Kita lekas tanggap. Tidak keras hati. Punya kepekaan bagi sesama yang membutuhkan. Melihat dengan heran. Ada semangat positif. Mudah memberi apresiasi. Tidak mudah berasumsi apalagi menghakimi. Melihat peluang. Tidak kaku. Fleksibel. Tidak cari untung sendiri. Bukan oportunis. Sebaliknya, bersedia mengubah agenda pribadi ketika itu mulia bagi Allah, berharga bagi sesama.

(Kotbah Kebaktian Minggu, 22 Maret 2020)